Rekomendasi Komnas HAM RI, Satya Bumi: Alarm Keras Hentikan PSN Merauke

JAKARTA – Pada 17 Maret 2025, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia mengeluarkan rekomendasi terkait Proyek Strategis Nasional Ketahanan Pangan dan Energi di Kabupaten Merauke (PSN Merauke), Papua Selatan. Rekomendasi ini adalah respons dari aduan yang dilayangkan Yayasan Pusaka dan LBH Pos merauke mengenai berbagai pelanggaran HAM dalam pelaksanaan PSN Merauke. 

Dalam rekomendasinya, Komnas HAM menilai PSN Merauke telah melanggar regulasi nasional yang mengatur pengelolaan dan perlindungan masyarakat adat, serta regulasi dalam sistem perizinan tanah. Rekomendasi Komnas HAM yang terbit tiga hari pasca deklarasi Konsolidasi Solidaritas Merauke juga mempertebal bukti permasalahan tata kelola PSN Merauke yang disampaikan oleh masyarakat terdampak, yaitu berkaitan dengan:

  • Perampasan sumber penghidupan, pangan, obat-obatan dan mata pencaharian;
  • Perampasan identitas masyarakat melalui penghilangan situs suci, tanah dan hutan alam serta tanah adat;
  • Perampasan rasa aman karena adanya intimidasi, diskriminasi, kerja paksa, kriminalisasi dan ancaman dari aparat.

Sikap masyarakat yang tergabung dalam Konsolidasi Solidaritas Merauke menjadi refleksi dan jawaban terhadap proyek ambisius pemerintah yang sama sekali tidak bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Proyek ini lebih mungkin disebut sebagai upaya perusakan yang sistematis terhadap lingkungan, ruang hidup, dan sosial ekonomi masyarakat.

Rekomendasi Komnas HAM harus menjadi alarm keras bagi Pemerintah pusat untuk menghentikan PSN Merauke. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Merauke telah terkonfirmasi dengan adanya Rekomendasi Komnas HAM tersebut.

Merujuk pada berbagai bukti lapangan, cerita masyarakat lokal, dan Surat Rekomendasi Komnas HAM terkait PSN Ketahanan Pangan dan Energi di Merauke, Satya Bumi meminta pemerintah untuk

  • Memberhentikan segala aktivitas terkait PSN di Merauke maupun berbagai daerah di Indonesia. Rekomendasi Komnas HAM berupa evaluasi pelaksanaan proyek strategis nasional tidak akan berjalan maksimal jika aktivitas PSN masih terus berjalan. Pemberhentian ini juga berlaku untuk PSN di berbagai daerah di Indonesia. 

Laporan Satya Bumi terkait kondisi Pembela HAM Lingkungan Hidup di Indonesia mencatat, ada pelanggaran HAM yang juga terjadi di PSN Pulau Rempang, Kepulauan Riau dan PSN Air Bangis, Sumatera Barat. 

  • Memulihkan hak masyarakat adat dan menjamin kesejahteraan mereka. Sejak Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo, sejak saat itu juga proses perampasan hak masyarakat dan kerusakan alam terjadi. Untuk itu, pemerintah perlu memulihkan hak masyarakat dengan melakukan ganti rugi dan pemulihan hutan adat masyarakat. 

Upaya pemulihan hak masyarakat dan memberikan jaminan kesejahteraan dapat menjadi bukti bahwa pemerintah mencapai tujuan bernegara yang tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 tentang menjamin kesejahteraan umum. Namun, jika hal ini tidak dilakukan, maka segala bentuk klaim nasionalis dan mengutamakan kepentingan rakyat yang disampaikan pemerintah hanyalah jargon bahkan bualan.

  • Menarik aparat dan militer dari lokasi PSN di Merauke. Keberadaan aparat dalam wilayah PSN dan menjadi alat perusahaan dapat merefleksikan dua hal, pertama negara menganggap bahwa masyarakat adat adalah ancaman bagi bangsa yang harus ditertibkan. Kedua, jika tidak demikian, maka aparat, khususnya TNI telah mengabaikan fungsinya untuk menangkal segala bentuk ancaman terhadap keselamatan bangsa. Sebab, kehadiran mereka untuk melindungi PSN justru terbukti mengancam keselamatan masyarakat dan terus menimbulkan ketakutan. 

Berbagai bentuk sikap serampangan dari pemerintah dalam mengelola negara, melalui PSN adalah cara pandang mereka terhadap Papua. Melihat Papua sebagai tanah kosong. Tujuan pemerataan kesejahteraan adalah omong kosong di saat masyarakat, sebagai penerima manfaat justru merasa terancam dan menghadapi kehidupan yang semakin sulit.

Artikel Lainnya

Share

Annisa Rahmawati

Pembina

Annisa Rahmawati adalah seorang perempuan aktivis lingkungan. Mengawali karirnya pada tahun 2008 sebagai Local Governance Advisor pada program kemanusiaan di Aceh – di EU-GTZ International Service yang berfokus pada perawatan perdamaian dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah. Pengalaman dalam bisnis yang lestari dan berkelanjutan didapat dari Fairtrade International sebagai assistant dan di Greenpeace Southeast Asia sebagai Senior Forest Campaigner yang berfokus pada kampanye market untuk komoditas industrial khususnya sawit yang bebas deforestasi sejak tahun 2013-2020. Selain itu Annisa juga pernah bekerja sebagai asisten proyek di UN-ESCAP Bangkok untuk perencanaan pembangunan kota yang lestari pada tahun 2012. Annisa memiliki latar belakang pendidikan di bidang Biologi dari Universitas Brawijaya Malang dan mendapatkan master dari International Management of Resources and Environment (IMRE) di TU Bergakademie Freiberg Germany dengan dukungan Yayasan Heinrich Boell Stiftung. Annisa sangat antusias dan passionate untuk menyebarkan pesan dan kesadaran kepada dunia tentang permasalahan lingkungan dan bagaimana mencari solusi untuk menjadikan bisnis lebih bisa melakukan tanggung jawabnya, serta bagaimana kita bisa bertindak untuk menghadapi krisis iklim yang saat ini sedang kita hadapi.