Tak Ada Ruang Aman, 204 Pembela HAM Lingkungan Jadi Korban Serangan Sepanjang 2024 

JAKARTA – Sepanjang 2024, Satya Bumi bersama Protection International mencatat 33 kasus serangan dan ancaman yang diterima Aktivis Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Lingkungan Hidup. Kasus serangan dan ancaman tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, melibatkan 204 korban individu dan 15 korban kelompok. 

Ada beberapa kesamaan situasi yang terjadi antara 2024 dengan 2023, salah satunya ialah pelaku serangan dan ancaman masih didominasi oleh dua kelompok aktor, yaitu kepolisian dan perusahaan. Tahun 2024, kepolisian terlibat sebagai aktor pelaku serangan dan ancaman dalam 16 kasus, sedangkan perusahaan sebanyak 13 kasus. Tahun 2023, kepolisian terlibat sebagai aktor pelaku dalam 23 kasus, sedangkan perusahaan sebanyak 18 kasus.

Dalam konteks korban serangan dan ancaman, warga masih menjadi kelompok yang paling rentan. Berdasarkan penelusuran Satya Bumi dan Protection International dalam Laporan Pemantauan Situasi Aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup 2024 menunjukkan 116 korban adalah warga. Jumlah ini belum termasuk korban dari kalangan masyarakat adat sejumlah 19 orang. 

Masa peralihan kekuasaan di tahun 2024 tidak menunjukkan adanya titik terang terhadap situasi Pembela HAM Lingkungan Hidup, melainkan menjadi lebih buruk dalam beberapa hal. Sepanjang tahun 2024, terjadi peningkatan jenis serangan dan ancaman seperti serangan fisik, intimidasi, pengrusakan, pembungkaman, dan pembubaran. Di sisi lain, angka korban perempuan dalam berbagai kasus serangan dan ancaman juga meningkat, ada 16 individu dan 1 kelompok perempuan yang menjadi korban.

“Ketika aparat dan perusahaan justru menjadi pelaku utama intimidasi, kita patut bertanya: masih adakah ruang aman bagi warga untuk menyuarakan keadilan lingkungan? Transisi kekuasaan tidak boleh menjadi kedok untuk melanggengkan represi. Pembela lingkungan hidup harus dilindungi, bukan dibungkam. Permen LHK Nomor 10/2024 bukan untuk kebijakan dekoratif semata melainkan harus diimplementasikan dengan seadil-adilnya,” tegas Direktur Eksekutif Satya Bumi Andi Muttaqien di Jakarta, Selasa (22/4/2025).

Peningkatan juga terjadi dalam konteks kelompok pelaku yang terlibat, di mana organisasi masyarakat (ormas), preman, dan orang tidak dikenal meningkat dari 9 kasus di 2023 menjadi 16 kasus di 2024. Satu contoh keterlibatan preman dalam serangan terhadap Pembela HAM Lingkungan Hidup terjadi di kegiatan Global Climate Strike pada September 2024 lalu. Atribut peserta aksi diambil paksa oleh preman di hadapan aparat kepolisian, dan polisi yang ada di lokasi terkesan melakukan pembiaran aksi para preman tersebut.

Satya Bumi dan Protection International menegaskan bahwa menguatnya gurita oligarki dan keberpihakan lembaga negara terhadap kelompok tertentu akan menjadi tantangan bagi Pembela HAM Lingkungan Hidup. Di sisi lain, perubahan kekuasaan sulit untuk berdampak signifikan terhadap situasi Pembela HAM Lingkungan Hidup karena aktor yang ada dalam kekuasaan serupa. Baik Prabowo yang sebelumnya ada dalam kabinet Jokowi ataupun keberadaan anak Jokowi sebagai wakil dari Prabowo saat ini.

Keterlibatan kepolisian sebagai aktor serangan terhadap Pembela HAM Lingkungan Hidup sejalan dengan meningkatnya kerentanan warga atas ancaman. Untuk itu, upaya proteksi warga harus ditingkatkan, salah satu praktik baik yang terpantau di tahun 2024 adalah solidaritas warga dalam memperjuangkan keadilan bagi Haslilin dan Andi Firmansyah dalam kasus perlawanan terhadap PT Wijaya Inti Nusantara. Solidaritas warga menghasilkan putusan bebas bagi Haslilin dan Andi Firmansyah. 

Berdasar laporan tersebut, Satya Bumi dan Protection International merekomendasikan;

  1. Presiden melalui Menteri Hukum dan Menteri Hak Asasi Manusia melakukan peningkatan perlindungan hukum melalui reformasi hukum dan memperkuat undang-undang yang melindungi Pembela HAM dan Lingkungan Hidup dan memastikan penerapannya secara adil dan konsisten;
  2. Menteri Hukum dan Menteri Hak Asasi Manusia melakukan peningkatan kesadaran dan pemahaman aparat penegak hukum dan pegawai pemerintah mengenai perlindungan terhadap Pembela HAM melalui pendidikan dan pelatihan yang terarah dan terstruktur;
  3. Aparat penegak hukum untuk merujuk putusan-putusan baik seperti pada kasus Daniel Frits, Trio Pakel, Haslilin & Andi Firmansyah sebagai preseden hukum di seluruh institusi peradilan di tingkat pertama dan kedua di seluruh Indonesia dalam penanganan perkara-perkara Pembela HAM Lingkungan Hidup yang mengalami kriminalisasi;
  4. Komnas HAM segera merealisasikan secara operasional MoU 3 lembaga (Komnas HAM, Komnas Perempuan dan LPSK) tentang Mekanisme Respon Cepat Perlindungan Pembela HAM;
  5. Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan dan Komisi Kejaksaan meningkatkan pengawasan terhadap jaksa-jaksa yang menangani kriminalisasi terhadap Pembela HAM Lingkungan Hidup agar memperhatikan Pedoman Kejaksaan Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang memberikan panduan bahwa apabila penuntut umum berpendapat perbuatan tersangka memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dilakukan tidak secara melawan hukum dan dengan itikad baik maka tersangka tidak dapat dituntut secara pidana dan penuntut umum memberi petunjuk kepada penyidik agar melakukan penghentian penyidikan demi hukum;
  6. Komisi Yudisial untuk terlibat aktif dalam mengawasi hakim-hakim lingkungan hidup yang memeriksa dan mengadili kasus-kasus kriminalisasi terhadap Pembela HAM Lingkungan Hidup agar memperhatikan Perma No. 1 tahun 2023 tentang Pedoman  Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.

Artikel Lainnya

Share

Annisa Rahmawati

Pembina

Annisa Rahmawati adalah seorang perempuan aktivis lingkungan. Mengawali karirnya pada tahun 2008 sebagai Local Governance Advisor pada program kemanusiaan di Aceh – di EU-GTZ International Service yang berfokus pada perawatan perdamaian dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah. Pengalaman dalam bisnis yang lestari dan berkelanjutan didapat dari Fairtrade International sebagai assistant dan di Greenpeace Southeast Asia sebagai Senior Forest Campaigner yang berfokus pada kampanye market untuk komoditas industrial khususnya sawit yang bebas deforestasi sejak tahun 2013-2020. Selain itu Annisa juga pernah bekerja sebagai asisten proyek di UN-ESCAP Bangkok untuk perencanaan pembangunan kota yang lestari pada tahun 2012. Annisa memiliki latar belakang pendidikan di bidang Biologi dari Universitas Brawijaya Malang dan mendapatkan master dari International Management of Resources and Environment (IMRE) di TU Bergakademie Freiberg Germany dengan dukungan Yayasan Heinrich Boell Stiftung. Annisa sangat antusias dan passionate untuk menyebarkan pesan dan kesadaran kepada dunia tentang permasalahan lingkungan dan bagaimana mencari solusi untuk menjadikan bisnis lebih bisa melakukan tanggung jawabnya, serta bagaimana kita bisa bertindak untuk menghadapi krisis iklim yang saat ini sedang kita hadapi.