Pernyataan Pers Satya Bumi: Statement Prabowo soal Deforestasi Membahayakan dan Bertolak Belakang dengan Komitmen Iklim

Statement Presiden sebagai kepala negara sebagaimana disampaikan Prabowo itu membahayakan. Karena akan ditafsirkan perangkat negara sebagai arahan untuk terus ekspansi lahan, membuka hutan alam yang pasti merusak.

Penelitian kami menemukan bahwa daya tampung lingkungan batas atas atau ‘cap’ sawit di Indonesia hanya sampai pada angka 18,15 juta hektar. Temuan ini penting, mengingat industri sawit di Indonesia terlampau ekspansif dalam dua dekade terakhir.

Jika pertumbuhan industri sawit dibiarkan tanpa pengendalian, hasil perhitungan ekonomi dan ekologi menunjukkan potensi kerugian jangka panjang yang besar. Apalagi berdasarkan data mapbiomas sejak 2018 hingga 2021 sebenarnya terjadi penurunan deforetasi yang diakibatkan kebun sawit, meski meningkat di tahun 2022. Tapi yang harus dilakukan pemeritnah adalah intensifikasi, bukan lagi penambahan lahan apalagi membabat hutan alam.

Pernyataan Prabowo bertolak belakang dengan berbagai komitmen iklim, maupun langkah-langkah pengendalian deforestasi yang sudah dilakukan Indonesia.

Selain itu, oversimplifikasi Prabowo terkait deforestasi sangat problematik. Sebagai seorang kepala negara, nyatanya ia tak punya pemahaman yang memadai mengenai deforestasi. Definisi deforestasi tak hanya menyoal hutan gundul, tapi juga mengubah lanskap hutan lindung yang sangat beragam dengan keanekaragaman hayati, sehingga dapat menangkap karbon dengan jumlah yang sangat besar. Hutan hujan tropis dapat menangkap 7.6 juta karbon per tahun atau setara dengan 15% emisi tahunan dari manusia.

Deforestasi merupakan pembabatan hutan alam menjadi lahan untuk perkebunan monokultur seperti kebun kelapa sawit. Secara fungsi akan berubah, dan tidak tergantikan.

Perkebunan monokultur seperti kelapa sawit, tak hanya bisa menurunkan kemampuan menangkap karbon melainkan juga menyedot unsur hara yang akan sulit direboisasi menjadi hutan alam.
Jadi meski kelapa sawit ada daunnya dan ada batang nya, tetap saja tidak bisa disamakan dengan tutupan hutan alam.

Jadi jelas ada perbedaan mendasar antara hutan alam dengan perkebunan monokultur, Prabowo semestinya tahu itu.

Kelapa sawit yang ditanam di atas tanah yang dihasilkan dari pemmbataan hutan alam sama sekali berbeda dengan pohon-pohon atau tegakkan pohon di hutan tersebut. Dia tidak bisa digantikan dengan kelapa sawit yang notabene monokultur.

Salam,
Satya Bumi

Artikel Lainnya

Share

Annisa Rahmawati

Pembina

Annisa Rahmawati adalah seorang perempuan aktivis lingkungan. Mengawali karirnya pada tahun 2008 sebagai Local Governance Advisor pada program kemanusiaan di Aceh – di EU-GTZ International Service yang berfokus pada perawatan perdamaian dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah. Pengalaman dalam bisnis yang lestari dan berkelanjutan didapat dari Fairtrade International sebagai assistant dan di Greenpeace Southeast Asia sebagai Senior Forest Campaigner yang berfokus pada kampanye market untuk komoditas industrial khususnya sawit yang bebas deforestasi sejak tahun 2013-2020. Selain itu Annisa juga pernah bekerja sebagai asisten proyek di UN-ESCAP Bangkok untuk perencanaan pembangunan kota yang lestari pada tahun 2012. Annisa memiliki latar belakang pendidikan di bidang Biologi dari Universitas Brawijaya Malang dan mendapatkan master dari International Management of Resources and Environment (IMRE) di TU Bergakademie Freiberg Germany dengan dukungan Yayasan Heinrich Boell Stiftung. Annisa sangat antusias dan passionate untuk menyebarkan pesan dan kesadaran kepada dunia tentang permasalahan lingkungan dan bagaimana mencari solusi untuk menjadikan bisnis lebih bisa melakukan tanggung jawabnya, serta bagaimana kita bisa bertindak untuk menghadapi krisis iklim yang saat ini sedang kita hadapi.