PERNYATAAN SIKAP KOALISI MASYARAKAT SIPIL: MENGECAM POLDA SULAWESI TENGGARA ATAS PENETAPAN TERSANGKA WARGA PEJUANG LINGKUNGAN DI DESA TOROBULU, KONAWE SELATAN

KENDARI – Kriminalisasi warga pejuang lingkungan di Sulawesi Tenggara terus berlanjut. Pada 5 Maret 2024, sekitar pukul 10.30 Wita, Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) kembali menetapkan dua warga Desa Torobulu sebagai tersangka atas tuduhan mengganggu aktivitas pertambangan nikel di wilayah tersebut.

Dua warga tersebut yakni Haslilin, seorang ibu rumah tangga, dan Andi Firmansyah seorang wiraswasta. Penetapan tersangka keduanya merupakan tindak lanjut dari pemanggilan 32 warga Desa Torobulu untuk diinterogasi pada 8 Januari 2024.

Sebelumnya, PT Wijaya Inti Nusantara (WNI) bagian dari Tridaya Group mengajukan laporan kepolisian dengan tuduhan warga telah menghalang-halangi aktivitas pertambangan nikel tersebut.

Polisi mengancam warga dengan pasal tindak pidana bidang Pertambangan Mineral dan Batubara yaitu merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan yang diatur dalam Pasal 162 Undang-Undang No  3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Pasal 39 ayat (2) Paragraf 5 Energi Sumber Daya Mineral UU No 6 Tahun 2023 tentang penetapan PERPU No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Atas peristiwa tersebut, kami dari Koalisi Masyarakat Sipil mengecam keras dan menyatakan tindakan Polda Sultra dalam penetapan warga sebagai tersangka sebagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Kami juga melihat tuduhan tindak pidana terhadap warga hanyalah mencari-mencari kesalahan lantaran warga menolak aktivitas pertambangan yang tidak sesuai dengan AMDAL dan Peraturan Perundang-undangan.

Pada prinsipnya, warga hanya menjalankan hak asasinya yang telah dimandatkan di dalam pasal 28H UUD 1945 bahwa warga berhak atas lingkungan yang baik dan sehat. Sehingga yang dilakukan warga saat ini merupakan mandat konstitusi yang seharusnya tidak boleh dilarang, apalagi dikriminalisasi.

Selain itu, pasal 66 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup  menyebutkan setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata (ketentuan anti Strategic Lawsuit Against Public Participation/SLAPP).

Hal yang disampaikan warga sebenarnya dijamin UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Berpendapat di Muka Umum. Merujuk pada undang-undang ini, kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kami Aliansi Peduli Lingkungan Sultra mengingatkan kepada Polda Sultra bahwa penegakan hukum dengan mencari-cari kesalahan warga negara merupakan penggunaan hukum untuk menghalangi warga dalam menuntut haknya, juga merupakan bentuk SLAPP dan hal ini berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami mendesak :

  1. Mendesak Kapolri, Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, untuk memerintahkan Kapolda menghentikan penetapan tersangka pada warga pejuang lingkungan Desa Torobulu dan menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup sebagai bentuk komitmen Institusi Kepolisian pada Anti SLAPP sesuai Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
  2. Mendesak Kapolda Sultra Irjen Pol. Teguh Pristiwanto untuk mencabut penetapan tersangka kepada dua korban SLAPP dan menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan di Desa Torobulu.
  3. Mendesak Menteri ESDM untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan PT. Wijaya Inti Nusantara (WIN) di Desa Torobulu, Konawe Selatan.
  4. Meminta Komnas HAM untuk mengambil tindakan perlindungan yang segera dan memberikan tindakan tegas atas pelanggaran HAM yang melibatkan bisnis nikel di  Desa Torobulu.

Koalisi Masyarakat Sipil :

  1. WALHI Nasional
  2. WALHI Sulawesi Tenggara
  3. LBH Makassar
  4. LBH Kendari
  5. WALHI Sulawesi Selatan
  6. WALHI Sulawesi Tengah
  7. WALHI Sulawesi Barat
  8. LBH Ansor
  9. Satya Bumi
  10. Jatamnas
  11. PUSPAHAM Sulawesi Tenggara
  12. Komunitas Pecinta Alam Sulawesi Tenggara
  13. Solidaritas Perempuan Sulawesi Tenggara
  14. Rumpun Perempuan Sulawesi Tenggara
  15. Indonesia for Global Justice (IGJ)
  16. 16. Forest Watch Indonesia (FWI)

Artikel Lainnya

Share

Annisa Rahmawati

Pembina

Annisa Rahmawati adalah seorang perempuan aktivis lingkungan. Mengawali karirnya pada tahun 2008 sebagai Local Governance Advisor pada program kemanusiaan di Aceh – di EU-GTZ International Service yang berfokus pada perawatan perdamaian dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah. Pengalaman dalam bisnis yang lestari dan berkelanjutan didapat dari Fairtrade International sebagai assistant dan di Greenpeace Southeast Asia sebagai Senior Forest Campaigner yang berfokus pada kampanye market untuk komoditas industrial khususnya sawit yang bebas deforestasi sejak tahun 2013-2020. Selain itu Annisa juga pernah bekerja sebagai asisten proyek di UN-ESCAP Bangkok untuk perencanaan pembangunan kota yang lestari pada tahun 2012. Annisa memiliki latar belakang pendidikan di bidang Biologi dari Universitas Brawijaya Malang dan mendapatkan master dari International Management of Resources and Environment (IMRE) di TU Bergakademie Freiberg Germany dengan dukungan Yayasan Heinrich Boell Stiftung. Annisa sangat antusias dan passionate untuk menyebarkan pesan dan kesadaran kepada dunia tentang permasalahan lingkungan dan bagaimana mencari solusi untuk menjadikan bisnis lebih bisa melakukan tanggung jawabnya, serta bagaimana kita bisa bertindak untuk menghadapi krisis iklim yang saat ini sedang kita hadapi.