Mayawana Persada hingga saat ini masih terus melakukan pembukaan gambut lindung di wilayah Ketapang, Kalimantan Barat pasca dikeluarkannya Surat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang penghentian aktivitas penebangan di areal kerjanya.
KLHK mengeluarkan S.360/PHL/PUPH/HPL.1.0/B/3/2024 tertanggal 28 Maret 2024 yang meminta PT Mayawana Persada untuk menghentikan semua aktivitas pembukaan hutan pada areal bekas tebangan atau Logged Over Area (LOA).
Namun, surat ini nyatanya tak cukup membuat PT Mayawana Persada menghentikan aktivitas penebangannya. Hasil pemantauan citra satelit oleh Koalisi Masyarakat Sipil pada periode 1 – 24 April 2024 menemukan pembukaan lahan gambut yang masih dilakukan oleh PT Mayawana Persada, terhitung pada periode tersebut mereka terus melanjutkan pembukaan lahan gambut seluas 434,33 hektar.
Penghentian kegiatan aktivitas penebangan berdasarkan Surat KLHK tersebut dilandaskan pada argumentasi Rencana Operasional 11 (RO 11 Perlindungan Areal Konservasi Tinggi) seluas kurang lebih 79.773 hektar dalam dokumen Rencana Kerja Sub Nasional Indonesia’s Forest and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 Kalimantan Barat.
Analisis lanjutan Koalisi Masyarakat Sipil menemukan bahwa sebagian besar area sebaran RO 11 di dalam konsesi PT Mayawana Persada merupakan KHG. Namun KHG yang terdapat pada peta RO 11 mengalami kontinuitas pembukaan lahan gambut pasca tanggal 28 Maret 2024 sebagaimana surat KLHK.
Berkenaan dengan target Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, di mana areal kerja PT Mayawana Persada memiliki target RO 11 yang sangat luas, maka dalam surat KLHK tersebut PT Mayawana Persada dituntut untuk menghentikan seluruh aktivitas penebangan dan fokus pada kegiatan pemulihan lingkungan termasuk kegiatan penanaman pada lahan kosong, semak belukar, dan tanah terbuka.
Tuntutan ini dibingkai dalam implementasi komitmen iklim Indonesia, khususnya dalam peningkatan Nationally Determined Contributions (NDC) di sektor kehutanan yang mencakup restorasi 2 juta hektar lahan gambut dan rehabilitasi 12 juta hektar lahan terdegradasi. Selain NDC, Indonesia juga telah menetapkan FOLU Net Sink 2030 yang bertujuan untuk mencapai tingkat emisi negatif.
Luas konsesi PT Mayawana Persada berdasarkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HT) Nomor SK. 724/Menhut-II/2010 tanggal 30 Desember 2010, yakni sebesar 136.710 hektar.
Konsesi PT Mayawana Persada berada pada Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Durian – Sungai Kualan yang berperan penting dalam upaya pengurangan emisi dan mitigasi perubahan iklim. Seluas 82.238,81 hektar (60,15%) areal konsesi merupakan KHG, dimana seluas 39.895,36 hektar (48,5%) merupakan kawasan gambut lindung indikatif dan seluas 42.343,45 hektar (51,5%) merupakan kawasan gambut budidaya indikatif.
Walaupun sudah mengantongi izin sejak 2010, pembukaan lahan baru dimulai pada 2016. PT Mayawana Persada telah menebangi hutan seluas 20.039 hektar sepanjang tahun 2016 hingga 2022. Deforestasi makin masif terjadi pada periode Januari – Oktober 2023 saat mereka membuka hutan tambahan seluas 16.257 hektar.
Dengan demikian maka PT Mayawana Persada telah menebangi hutan kurang lebih seluas 36 ribu hektar. Tak hanya itu, pada Maret 2024, PT Mayawana terindikasi membuat stacking line untuk target area pembukaan selanjutnya dengan potensi perusakan seluas 6.268 hektar. Area ini terindikasi berada di kawasan gambut lindung.
Dari luasan 36 ribu hektar hutan yang telah dikonversi, sebagian besar merupakan kawasan gambut. Sepanjang tahun 2019 hingga 2022, PT Mayawana Persada telah membuka hutan gambut seluas 7.315 hektar. Sampai pada awal April 2024, kawasan gambut di dalam konsesi PT Mayawana Persada diperkirakan hanya tersisa 38% dari luas konsesi (51.942,21 hektar), sedangkan total luas kawasan gambut yang telah dikonversi yaitu seluas 30.296,60 hektar. Dari total luasan tersebut, seluas 15.560,38 hektar merupakan kawasan gambut dengan fungsi lindung. Sedangkan sisa tutupan hutan yaitu seluas 51.547,42 hektar. Saat ini diperkirakan kawasan tersisa di dalam konsesi PT Mayawana Persada merupakan kawasan gambut.
Temuan Walhi di lapangan menguatkan fakta bahwa telah terjadi pembukaan lahan yang sebelumnya memiliki tegakan kayu alam dan pembukaan lahan gambut dengan bukti berupa pembuatan kanal-kanal (drainase) yang diketahui sebagai cara untuk mengeringkan gambut.
Kanal-kanal (drainase) yang terdapat di dalam konsesi PT Mayawana Persada
(Sumber: Walhi, 2023)
Selain tumpang tindih dengan kawasan gambut, konsesi PT Mayawana Persada juga tumpang tindih dengan habitat orangutan seluas 89.410 hektar. Setidaknya 65,40% luasan konsesi merupakan wilayah kritis bagi habitat orangutan Kalimantan. Menurut IUCN Redlist 2023 orangutan Kalimantan berada pada status terancam punah dan mengalami penurunan jumlah individu dari tahun ke tahun (decreasing).
Hasil temuan lapangan Koalisi Masyarakat Sipil pada Maret 2024 juga menguatkan fakta bahwa kawasan tersebut merupakan rumah bagi banyak orangutan, beruang madu, dan kucing hutan, serta terdapat hutan gambut yang kaya karbon. Surat KLHK diharapkan dapat ditaati oleh PT Mayawana Persada untuk menghentikan pembukaan lahan sebelum kerusakan terjadi lebih lanjut dan mengancam habitat orangutan.
Terdapat 31 sarang orangutan di sepanjang jalur pembabatan PT Mayawana Persada
(Sumber: Koalisi Masyarakat Sipil, 2024)
Sarang Orangutan
(Sumber: Dokumen Koalisi Masyarakat Sipil, 2024)
Atas hal tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil bersama perwakilan warga Kualan Hilir, Ketapang, Kalimantan Barat melakukan audiensi dan pengaduan kepada KLHK. Dari tiga kali upaya pertemuan pada 25-30 April 2024, koalisi gagal bertemu langsung dengan Menteri KLHK Siti Nurbaya Bakar.
Pada 25 April 2024, koalisi bertemu dengan perwakilan dari Ditjen Gakkum KLHK – Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hasil pertemuan yang kurang memuaskan membuat koalisi kembali melakukan pengaduan ke Ditjen PPSA KLHK – Direktorat Pengaduan Pengawasan dan Sanksi Administrasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 26 April 2024.
Lalu pada 29 dan 30 April 2024, koalisi melanjutkan pengaduan ke Ditjen PHL KLHK – Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari. Koalisi berharap pengaduan dapat segera ditindaklanjuti KLHK dengan mencabut izin PT Mayawana Persada demi menghindari kerusakan yang lebih masif dan masyarakat sekitar yang terampas hak-haknya untuk hidup sejahtera.