LAPORAN: Bagaimana Demam Nikel Menghancurkan Pulau Kabaena dan Ruang Hidup Suku Bajau?

Ambisi pemerintahan Joko Widodo untuk menggenjot hilirisasi nikel masih menjadi momok, terutama bagi pulau-pulau kecil yang memiliki cadangan nikel melimpah. Salah satunya adalah Kabaena, pulau kecil di ujung Sulawesi Tenggara. Saat ini, sekitar 73 persen atau 650 km² dari total luas wilayah Kabaena yang mencapai 891 km² telah terisi puluhan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Kabaena secara konstitusional dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU No. 1/2014), yang secara tegas melarang kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari 2.000 km².

Di Kabaena, larangan ini justru dikesampingkan. Keberadaan tambang nikel mendominasi pulau tersebut, mengakibatkan terjadinya penggundulan hutan, pencemaran laut, dan dampak signifikan terhadap mata pencaharian penduduk setempat, khususnya masyarakat adat Bajau, yang menghadapi degradasi lingkungan, serta pencemaran sungai dan air laut. Selama bertahun-tahun, telah ada upaya bersama untuk mengadvokasi keadilan ekologis melalui protes terorganisasi dan tuntutan ganti rugi formal yang ditujukan kepada pemerintah daerah dan perusahaan pemegang konsesi. Tragisnya, masalah ini masih dianggap enteng. Interaksi antara kepentingan politik dan izin konsesi pertambangan di Kabaena telah berdampak signifikan terhadap bisnis pertambangan nikel di wilayah tersebut.

Artikel Lainnya

Share

Annisa Rahmawati

Advisor

Annisa Rahmawati is a woman environmental activist. She started her career in 2008 as a Local Governance Advisor on a humanitarian program in Aceh - at EU-GTZ International Service which focused on peacekeeping and local government capacity building. Her experience in sustainable business comes from Fairtrade International as an assistant and at Greenpeace Southeast Asia as a Senior Forest Campaigner focusing on market campaigns for industrial commodities, especially deforestation-free palm oil from 2013-2020. In addition, Annisa also worked as a project assistant at UN-ESCAP Bangkok for sustainable urban development planning in 2012. Annisa has an educational background in Biology from Brawijaya University Malang and obtained a master's degree in International Management of Resources and Environment (IMRE) at TU Bergakademie Freiberg Germany with the support of the Heinrich Boell Stiftung Foundation. Annisa is enthusiastic and passionate about spreading messages and awareness to the world about environmental issues and how to find solutions to make businesses more responsible, as well as how we can act to deal with the climate crisis that we are currently facing.