[Policy Brief] Menjaga Lentur Karet Indonesia: Strategi Nasional Hadapi EUDR

Sebagai negara penghasil utama karet, Indonesia memainkan peran besar dalam memenuhi kebutuhan komoditas ini di pasar global. Ekspor karet alam Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand, dengan pangsa ekspor sebesar 20% (Trademap, 2023). Namun, dalam satu dekade terakhir, industri karet di Indonesia menghadapi penurunan daya saing yang disebabkan oleh penurunan produktivitas. Selama periode 2014-2024, terjadi penurunan produktivitas dari 0,87 ton per hektar per tahun menjadi 0,71 ton per hektar per tahun atau sebesar 22,5% (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2024). Salah satu penyebab utama adalah buruknya tata kelola lahan, yang diperparah oleh harga karet yang menurun setiap tahunnya.

Di tengah permintaan yang terus meningkat, kita dihadapkan pada tantangan besar terkait tata kelola keberlanjutan industri karet alam. Indonesia merupakan negara dengan laju deforestasi terbesar diantara negara penghasil karet di kawasan Asia, bahkan alih fungsi hutan menjadi perkebunan karet mencapai 1,1 juta hektar yang terjadi pada tahun 2001-2016 (Yunxia Wang et al, 2023). Tentunya, hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia yang akan menghadapi kebijakan European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR)-kebijakan yang diinisiasi oleh Uni Eropa, menuntut ketelusuran serta tanggung jawab dalam praktik produksi untuk menghindari deforestasi dan kerusakan lingkungan.

Policy brief “Menjaga Lentur Karet Indonesia: Strategi Nasional Hadapi EUDR” diharapkan dapat memberikan wawasan komprehensif tentang pentingnya reformasi tata kelola untuk memenuhi standar keberlanjutan internasional sekaligus mempertahankan daya saing produk karet Indonesia.

Artikel Lainnya

Share

Annisa Rahmawati

Advisor

Annisa Rahmawati is a woman environmental activist. She started her career in 2008 as a Local Governance Advisor on a humanitarian program in Aceh - at EU-GTZ International Service which focused on peacekeeping and local government capacity building. Her experience in sustainable business comes from Fairtrade International as an assistant and at Greenpeace Southeast Asia as a Senior Forest Campaigner focusing on market campaigns for industrial commodities, especially deforestation-free palm oil from 2013-2020. In addition, Annisa also worked as a project assistant at UN-ESCAP Bangkok for sustainable urban development planning in 2012. Annisa has an educational background in Biology from Brawijaya University Malang and obtained a master's degree in International Management of Resources and Environment (IMRE) at TU Bergakademie Freiberg Germany with the support of the Heinrich Boell Stiftung Foundation. Annisa is enthusiastic and passionate about spreading messages and awareness to the world about environmental issues and how to find solutions to make businesses more responsible, as well as how we can act to deal with the climate crisis that we are currently facing.