Kalkulasi yang dilakukan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) pada 2021 menunjukkan kakao merupakan salah satu dari produk agrikultur lain yang menjadi penyebab dari 90% deforestasi secara global. Di lain sisi Indonesia merupakan eksportir utama kakao, terlebih paska krisis iklim menyerang negara produsen di Afrika. Namun, di tengah permintaan yang terus meningkat, kita dihadapkan pada tantangan besar terkait tata kelola keberlanjutan industri kakao. Salah satunya adalah kebijakan European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) yang diinisiasi oleh Uni Eropa, yang menuntut ketelusuran serta tanggung jawab dalam praktik produksi untuk menghindari deforestasi dan kerusakan lingkungan.
Policy brief “Manis Pahit Nasib Petani Kakao Indonesia: Menangkap Peluang Penguatan Petani Melalui EUDR” diharapkan dapat memberikan wawasan komprehensif tentang pentingnya reformasi tata kelola untuk memenuhi standar keberlanjutan internasional sekaligus memanfaatkan peluang EUDR sebagai penguatan petani kakao Indonesia. Dalam konteks ini, kita perlu berfokus pada peningkatan transparansi, ketelusuran rantai pasok, serta penguatan kapasitas petani kecil. Kebijakan ini harus menjadi panduan untuk mendukung pelaku usaha komoditas kakao agar dapat mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan yang sejalan dengan prinsip EUDR, tanpa mengorbankan kesejahteraan petani dan masyarakat lokal.